TANAQUDH DAN ‘ASK
MUSTAWI
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas :
Mata Kuliah :
Ilmu Mantiq
Dosen
Pengampu : Mujib Hidayat, M. Pd. I
Oleh:
Anisaturrakhmah:
2022114070
JURUSAN TARBIYAH
PBA A
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGRI (STAIN)
PEKALONGAN
2016
KATA
PENGANTAR
Pertama-tama marilah
kita panjatkan puji dan syukur kita kepada Allah SWT yang telah memberikan
nikmat, rahmat dan hidayah-Nya kepada kita. Sehingga saya bisa menyelesaikan
makalah Ilmu Mantiq ini.
Dalam penyusunan
makalah ini, saya telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan materi
dalam makalah ini. Tak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman
sekalian, khususnya kepada Dosen Pembimbing Ilmu Mantiq yang telah memberi
petunjuk-petunjuk serta masukan-masukannya sehingga makalah Ilmu Mantiq ini
dapat terselesaikan sebagaimana yang kami harapkan.
Pada kesempatan ini,
materi dalam makalah yang saya buat adalah materi tentang “Tanaqudh dan ‘Ask
Mustawi”. Untuk lebih lanjutnya dapat dilihat pada bagian isi dari makalah ini.
Saya menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya mengharapkan
kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun agar makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari
awal hingga selesai. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi kita semua. Amin.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Seseorang yang memikirkan tentang
dalil-dalil atau alasan-alasan kadang-kadang tidak tentu akan mendapatkan suatu
dalil yang dimaksud secara langsung.[1]
Seperti telah kita bicarakan dalam
pembahasan lafadz, bahwa tanaqud adalah dua hal yang tidak bisa
berkumpul dan tidak pula bisa keduanya tidak ada, dalam satu objek dan waktu
yang sama. Karena yang tidak bisa berkumpul dan berpisah itu dua hal.
Karenanya sering pula disebut dengan nama naqidhain. [2]
Dengan pengertian bahwa setiap kita mencari
kebenaran sesuatu qadhiyah atau kebohongannya, tidak begitu mudah dapat mencari
dalilnya tentang kebenaran atau kebohongannya, tetapi harus menempuh jalan yang
berliku-liku dahulu seperti qiyas misalnya. Sesungguhnya demikian kita
kadang-kadang dapat pula mencari kebenaran suatu qadhiyah atau kesalahnnya
dengan secara langsung, yang demikian inilah yang disebut ISTINBATH secara
langsung. Misalnya mengetahui air itu panas atau tidak, dengan jalan cukup
meraba saja.
Kalau semacam ini manusia tidak perlu
menggunakan fikiran yang berliku-liku untuk mengetahui panas atau dinginnya
air, karena jelas soal yang demikian dapat dibuktikan dengan pancaindera. Tapi
untuk suatu qadhiyah yang tak dapat diselidiki dengan pancaindera untuk mengetahui
dan mencari kebenaran dan kesalahannya, harus menggunakan fikiran. Dengan
fikiran ini kadang-kadang menempuh jalan yang berliku-liku seperti qiyas,
walaupun kadang-kadang juga dengan fikiran yang secara langsung. Misalnya
menggunakan peraturan yang dinamakan TANAQUDH atau menggunakan AL-‘AKS. Jadi
tanaqudh dan ‘aks itu digunakan untuk mencari kebenaran atau kesalahan suatu
qadhiyah dengan secara langsung. Dan oleh karena itu maka di sini kami akan
menerangkan kaidah-kaidah yang berhubungan dengan tanaqudh dan al-‘aks.
Kemudian setelah selesai membicarakan
tentang tanaqudh dan al-‘aks, maka selanjutnya kita membicarakan pula tentang
AL-QIYAS, di mana kita akan mencari kebenaran atau kesalahan suatu qadhiyah
dengan cara tidak langsung.
Contohnya
:
Untuk mencari kebenaran bahwa qadhiyah “besi
itu suatu logam” boleh kita cari dengan jalan tanaqudh dan boleh pula
dengan jalan qiyas.[3]
B. Rumusan Masalah
1. a.
Apa pengertian tanaqudh ?
b. bagaimana metode pembuatan
tanaqudh ?
2. a. Apa pengertian ‘ask mustawy ?
b. bagaimana
metode pembuatan ‘ask mustawy?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
TANAAQUDH
A.
Pengertian
Tanaaqudh
Ø
Pengertian tanaqudh adalah sebagai berikut :
تَنَاقُضٌ
خُلْفُ الْقَضِيَّتَيْنِ فِي * كَيْفَ وَ صَدْقُ وَاحِدٍ أَمْرٌ قُفِي
“Tanaqudh
ialah perbedaan dua qadhiyah dalam segi kualitas dan kebenaran yang satu tiu
merupakan perkara yang diikuti.”[4]
“Tanaqudh”
menurut istilah mantieq, yaitu: berbedanya dua qodhiyyah dipandang dari ijab
(kepastian) salibah (tidak)nya dan kebenarannya.
Kalau dua qodhiyyah berbeda (tanaaqudh)
dengan sendirinya salah satu dari qodhiyyah itu pasti benar, dan yang lain
tidak benar.[5]
Contohnya
:
1) Tiap-tiap
besi, ialah logam. Naqidhnya atau kebalikannya: Sebagian besi tidak logam.
2) Tiap-tiap
manusia itu binatang. Kebalikannya sebagian manusia bukanbinatang.
Dengan
contoh ini, nampaklah suatu qadhiyah yang pertama jelas benarnya, dan yang
kedua naqidhnya atau kebalikannya jelas salah. Jadi untuk membuktikan kebenaran
suatu qadhiyah, dengan melihat kebalikannya yang salah itu, maka tetaplah
qadhiyah tadi benar
Ø Syarat-syarat
tanaqudh
Adapun syarat-syarat
tanaqudh, ialah ada delapan syarat. Dengan arti untuk mencari adanya tanaqudh
antara dua qadhiyah itu, ialah: persesuaian dua qadhiyah, di dalam kesatuan
yang delapan segi/bidang :
1. Kesatuan
dalam maudhu’.
2. Kesatuan
dalam mahmul.
3. Kesatuan
dalam zaman/waktu.
4. Kesatuan
dalam makan/tempat.
5. Kesatuan
dalam quwwah dan fi’il.
6. Kesatuan
dalam al-kulli dan juz’i.
7. Kesatuan
dalam asy-syarat.
8. Kesatuan
dalam al idhafah.
Jika
syarat 8 ini tidak terdapat di dalam dua qadhiyah tadi maka tidak tercapai
tanaqudh.[6]
Untuk
lebih memperjelas, maka berikut ini dikemukakan contoh dua qadhiyah yang tidak
memenuhi syarat tanaqudh:
1. Tidak
ada kesatuan maudu’.
Contoh:
-
Muhammad tidur,
Ali tidak tidur.
-
Manusia hidup,
batu tidak hidup.
Tidur
dan tidak tidur adalah dua hal yang tanaqud. Tetapi karena maudu’nya tidak sama
(Muhammad dan Ali), maka tidak dapat dinamakan tanaqud. Demikian pula hidup dan
tidak hidup umpamanya,
2.
Tidak ada
kesatuan mahmul.
Contoh:
-
Muhammad
sekolah, Muhammad tidak mandi.
-
Ali menulis, Ali
tidak makan.
Di
sini maudu’ sama-sama Muhammad, tetapi karena mahmulnya tidak sama (sekolah dan
tidak mandi), maka tidak terjadi tanaqud.
3.
Tidak ada
kesatuan zaman.
Contoh:
-
Muhammad tidur
tadi, Muhammad tidak tidur kemarin.
-
Ali menikah
tadi, Ali tidak menikah (kemarin).
Di
sini walau pelaku dan perbuatannya tanaqud, tetapi karena waktunya tidak sama,
maka tidaklah terjadi tanaqud.
4.
Tidak ada
kesatuan tempat
Contoh:
-
Muhammad duduk
di kamar, Muhammad di dapur tidak duduk.
-
Ali tidur di
kamar, Ali tidak tidur di teras.
Walau
pelaku dan perbuatannya sama tetapi karena tempatnya tidak sama, maka tidak
dapat dinamakan tanaqud.
5.
Tidak ada
kesatuan quwah dan fi’il.
Contoh:
-
Narkoba itu
khamar (pada dasarnya), narkoba bukan khamar (dalam kenyataan).
-
Korupsi itu
mencuri (pada dasarnya), korupsi bukan mencuri (dalam kenyataan).
Walau
khamar dan bukan khamar adalah tanaqud, tetapi karena khamar pada qahiyah
pertama itu dimaksud quwah, sedang khamar pada qadhiyah kedua dimaksud fi’il
(kenyataan), maka ia tidak dinamakan tanaqud.
6.
Tidak ada
kesatuan kulli dan juz’i.
Contoh:
-
Ayam itu hitam
(sebagian), ayam itu tidak hitam (semuanya)
-
Manusia itu
sekolah tinggi (sebagian), manusia tidak sekolah tinggi (semuanya).
Walau
hitam dan tidak hitam itu dua hal yang tanaqud, tetapi karena yang satu kulli
dan yang satu juz’i, maka ia tidak disebut tanaqud.
7.
Tidak ada kesatuan
syarat.
Contoh:
-
Ali akan sekolah
jika sehat, Ali tidak sekolah jika tidak sehat.
-
Muhammad makan
jika lapar, Muhammad tidak makan jika tidak lapar.
Walau
Ali sekolah dan Ali tidak sekolah terlihat tanaqud, tetapi karena syaratnya
tidak sama, maka tidak masuk dalam tanaqud.
8.
Tidak ada
kesatuan idhafah atau sandaran
Contoh:
-
Rumah Ali rusak
pintunya, rumah Ali tidak rusak atapnya.
-
Bapak si Ali
sakit kepala, bapak Ali tidak sakit perut.
-
Ali pintar
matematika, Ali tidak pintar ilmu alam.
Walau
antara rusak dan tidak rusak pada contoh pertama terlihat tanaqud, tetapi
karena idhafahnya tidak sama maka tidak masuk dalam tanaqud.[7]
B. Metode Membuat Tanaqudh
cara membuat tanaqudh,
adalah : apabila qadhiyahnya memakai:
a. Qadhiyah
syakhshiyah atau qadhiyah muhmalah, cukup hanya berubah kaifnya (kepastian
tidaknya, ijab salibahnya), umpama:
Yang asalnya: Kholid
menulis (ijab) di rubah menjadi, Kholid tidak menulis (salab).
b. Qadhiyah
musawwaroh, cara mentanaaqudhkan, yaitu dengan merubah “soer”nya (tentang soer,
lihat pada bagian qodhiyah musawwaroh). Jadi, kalau qadhoyahnya:
1) Mujibah
kuliyah: semua manusia itu hewan, naqidhnya dengan salibah juz’iyah: tidaklah
sebagian manusia itu hewan.
2) Salibah
kuliyah: tidaklah setiap manusia itu batu, naqidhnya dengan mujibah juz’iyah:
sebagian manusia itu batu.[8]
Ø Tanaqudh Qadhiyah Hamliyah
Dalam
penyusunannya, selain mesti memenuhi syarat umum seperti yang sudah dijelaskan,
juga secara praktis mesti memenuhi ketentuan berikut:
a. Jika
qadhiyah hamliyah syakhsiyah, untuk membuat perlawanannya cukup dengan
menyatakan aspek kualitas (kaif) yaitu segi positif (mujabah) dan negatif.
Artinya, antara kedua qadhiyah itu yang satu mesti mujabah dan yang satu lagi
mesti salibah.
b. Jika
qadhiyah hamliyah yang menggunakan adat sur (kata depan kuantitatif = kuliyah
dan juz’iyah), begitu pula yang muhmalah (menunjukan keseluruhan tanpa kata
depan kuantitatif), maka selain mesti yang satunya mujabah dan yang satunya
lagi salibah, juga mesti “berbeda”dalam aspek kamiyah-nya, yaitu jika yang
satunya kuliyah, yang satunya lagi mesti juz’iyah.
Penjabaran dan
contohnya sebagai berikut:
1) Jika
syakhshiyah mujabah, lawan (naqid)nya syakhshiyah salibah
Contoh: indra mahasiswa > < judira bukan mahasiswa
2)
Jika kulliyah
mujabah, lawannya juz’iyah salibah
Contoh:
semua hewan membutuhkan air > < sebagian hewan tidak membutuhkan air
3)
Jika juz’iyah
mujabah, lawanya kuliyah salibah
Contoh:
sebagian pelajar hafal Al-Qur’an > < tidak seorang pun pelajar hafal
Al-Qur’an
4)
Jika muhmalah
mujabah, lawannya kuliyah salibah
Contoh:
apel itu buah-buahan > < tidak satu pun apel itu buah-buahan
Ø Tanaqudh Qadhiyah Syarthiyah Muttashilah
Dalam
penyusunannya qadhiyah syarthiyah muttashilah, berlaku pada syarat-syarat umum
tanaqudh dan syarat-syarat yang berlaku pada tanaqudh hamliyah. Hanya saja, pada
qadhiyah hamliyah terdapat sebutan “syakhshiyah”, sedangkan pada qadhiyah
syarthiyah muttashilah disebut “makhsushah”.
Pengertian
dan contohnya sebagai berikut:
-
Jika makhsushah
mujabah, lawannya makhsushah salibah.
Contoh: jika
bersungguh-sungguh, Ahmad akan lulus dalam ujian > < Tidaklah jika
bersungguh-sungguh, Ahmad akan lulus.
-
Jika kuliyah
mujabah, lawannya juz’iyah
Contoh: manakala
beriman, orang-orang yang berakal itu selamat dalam hidupnya > < tidaklah
manakala beriman, orang-orang yang berakal itu selamat dalam hidupnya.
-
Jika juz’iyah
mujabah, lawannya kuliyah salibah.
Contoh: jika
sungguh-sungguh, sebagian mahasiswa memperoleh penghargaan > < tidaklah
sama sekali jika sungguh-sungguh, mereka memperoleh penghargaan.
-
Jika muhmalah
mujabah, lawannya kuliyah salibah.
Contoh: jika ahli kitab
beriman, mereka lebih baik > < tidaklah jika ahli kitab beriman, mereka
lebih baik.
Ø Tanaqudh Qadhiyah Syarthiyah Munfashilah
Mengenai
syarat-syarat yang mesti dipenuhi dalam penyusunan Tanaqudh Qadhiyah Syarthiyah
Munfashilah adalah sama seperti pada syarat-syarat Qadhiyah Syarthiyah
Muttashilah.
Pengertian dan
contohnya sebagai berikut:
- Jika
makhshusah mujabah, lawannya makhshusah salibah.
Contoh: adakalanya
Zainuddin berada di kampus hari ini atau di luar kampus > < Tidaklah
adakalanya Zainuddin hari ini berada di kampus atau di luar kampus.
- Jika
kulliyah mujabah. Maka lawannya juz’iyah salibah.
Selamanya terjadi
keputusan itu adakalanya benar dan adakalanya salah > < Terkadang tidak
terjadi adakalanya keputusan itu benar atau salah.
- Jika
juz’iyah mujabah, lawannya kulliyah salibah.
Contoh: terkadang
terjadi adakalanya mahasiswa itu rajin dan rajin dan adakalanya malas.
- Jika
muhmalah mujabah, lawannya muhmalah salibah.
Contoh: Adakalanya
kendaraan itu berjalan dan adakalanya berhenti > < Tidaklah sama sekali,
adakalanya kendaraan itu berjalan dan adakalanya berhenti.[9]
2. ‘AKS MUSTAWI
A. Pengertian
‘Ask Mustawi
الْعَكْسُ
قَلْبُ جُزْأَىِ الْقَضِيَّهْ # مَعَ بَقَاءِ الصِّدْقَ وَ
الْكَيْفِيَّةْ
وَالْكَمُّ
إِلَّا الْمُوْجَبَئ الْكُلِّيَّهْ
# فَعَوْضُهَا الْمُوْجَبَةَ
الْجُزْئِيَّة
“’Aks itu membaliknya juz dua qadhiyah,
serta tetap benarnya dan kaifiyyahnya.”
“Tetapi selain mujabah
kulliyah, pengganti mujabah kulliyyah itu wajib juz’iyyah”.
‘Aks
Mustawi terdiri dari dua kata. ‘Aks dan Mustawi. ‘Aks secara bahasa artinya
balik, sebaliknya atau membalikan. Menurut Manatiqah, ‘Ask adalah menjadikan
bagian pertama dari Qadhiyah menjadi Qadhiyah bagian kedua dan begitu pula
sebaliknya.
Dan
Mustawi secara bahasa artinya sama atau bersamaan. Jadi ‘Ask Mustawi berbeda
sekali dengan tanaqudh. Pada tanaqudh, kedua qadhiyah setelah itu diperlawankan
maka muncullah pernyataan yang benar dan salah. Sedangkan ‘Ask Mustawi, kedua
Qadhiyah setelah itu dibalik, akan tetapi pernyataannya tetap benar dan masih
mempunyai makna yang sama.[10]
Contoh:
-
Tiap-tiap emas
adalah logam. ‘aksnya; sebagian dari logam adalah emas.
-
Tiap-tiap
tanaman butuh air, ‘aksnya sebagian dari yang butuh air adalah tanaman.
B. Metode
‘Ask Mustawi
Semua
qadhiyah, dapat di’aks mustawie-kan, caranya hanya dengan membalik qodhiyah itu
(yakni, lafadznya maudhu’ menjadi lafadznya mahmul, dan lafadznya mahmul
menjadi maudhu’) kecuali qodhiyah mujibah kuliyah.
Contohnya
seperti:
الْاِنْسَانُ
كَاتِبُ menjadi الكَاتِبُ
إِنْسَانٌ “manusia itu dapat menulis”, ‘akasnya:
“yang dapat menulis itu manusia”.
Demikianlah
itu sama sekali tidak merubah kaif (ijab-salab)nya dan kam (soer)nya, akan
tetapi kebenarannya, persesuaiannya tidak berubah. Kalau qadhiyahnya: mujibah
kulliyyah, misalnya:
كُلُّ
اِنْسَانٍ حَيَوَانٌ ‘akasnya harus memakai
mujibah juz’iyah, misalnya:
بعْضُ
الْحَيَوَانِ إِنْسَان semua manusia itu
hewan; ‘akasnya: sebagian hewan itu manusia.
Jadi
hanya qadhiyah mujibah kulliyyah saja yang tidak boleh dibalik begitu saja,
tanpa merubah kaifnya/kamnya. Demikian pula sebaliknya.[11]
Ø Ketentuan
pembuatan ‘Aks Mustawi pada qadhiyah hamliyah adalah sebagai berikut:
-
Jika mujabah
kulliyah, aks-nya mujabah juz’iyah. Contoh:
Semua batuan adalah
benda keras (ashl)
Sebagian benda keras
itu batu (‘aks)
-
Jika mujabah
juz’iyah, aksnya mujabah juz’iyah. Contoh:
Sebagian orang
Indonesia itu dokter (ashl)
Sebagian dokter itu
orang Indonesia (‘aks)
-
Jika salibah
kulliyah, aks-nya salibah kulliyah. Contoh:
Tidak satupun kitab itu
pena (ashl)
Tidak satu pun pena itu
kitab (‘aks)
-
Jika salibah
juz’iyah, ‘aks-nya tidak bisa dibuat sebab maknanya tidak akan benar. Contoh:
Bukanlah sebagian
barang tambang itu emas.
Ø Ketentuan
pembuatan ‘Aks Mustawi pada qadhiyah syarthiyah muttashilah adalah sama seperti
pada qadhiyah hamliyah, yaitu sebagai berikut:
-
Jika mujabah
juz’iyah, ‘aksnya mujabah juz’iyah. Contoh:
Manakala api itu ada,
maka panas pun ada(ashl)
Terkadang terjadi, jika
panas itu ada, maka api pun ada (‘aks)
-
Jika mujabah
juz’iyah, ‘aksnya mujabah juz’iyah. Contoh:
Terkadang terjadi, jika
orang itu berada di rumah, maka ia tidur (ashl)
Terkadang terjadi, jika
orang itu tidur, maka ia berada di rumah (‘aks)
-
Jika salibah
kulliyah, ‘aksnya pun salibah kulliyah.
Tidaklah sama sekali,
jika manusia itu beradab, ia biadab (ashl)
Tidaklah sama sekali,
jika manusia itu biadab, ia beradab (‘aks)
-
Jika salibah
juz’iyah, maka ‘asknya tidak bisa dibuat sebab akan salah.
Dalam
pada itu, untuk Qadhiyah Syarthiyah Munfashilah tidak terdapat ‘aksnya, sebab
dalam Qadhiyah Syarthiyah Munfashilah tidak terdapat keteraturan alamiah
(tartib thabi’i), yang ada padanya adalah keteraturan pemenpatan yang tidak
mungkin untuk dibuat aksnya (tartib wadh’i).
BAB
III
KESIMPULAN
A.
Simpulan
“Tanaqudh” menurut istilah mantieq, yaitu:
berbedanya dua qodhiyyah dipandang dari ijab (kepastian) salibah (tidak)nya dan
kebenarannya. Kalau ada dua qadhiyah yang berbeda (tanaqudh) dengan sendirinya
salah satu dari qadhiyah itu pasti benar dan yang lain tidak benar. Dan dalam
tanaqudh ini mempunyai metode-metode khusus dan ada pula syarat-syarat yang
mengikat pada tanaqudh.
‘Aks Mustawi terdiri dua kata: ‘Aks dan Mustawi.
‘Aks secara bahasa artinya balik, sebaliknya atau membalikan. Menurut
Manatiqah, ‘Ask adalah menjadikan bagian pertama dari Qadhiyah menjadi Qadhiyah
bagian kedua dan begitu pula sebaliknya.
Dan Mustawi secara bahasa artinya sama atau
bersamaan. Jadi ‘Ask Mustawi berbeda sekali dengan tanaqudh. Pada tanaqudh,
kedua qadhiyah setelah itu diperlawankan maka muncullah pernyataan yang benar
dan salah. Sedangkan ‘Ask Mustawi, kedua Qadhiyah setelah itu dibalik, akan
tetapi pernyataannya tetap benar dan masih mempunyai makna yang sama. Dan dalam
‘ask ini mempunyai metode-metode yang khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Durwaisiny Al-quwaisiny, Hasan. Syarh Al-Quwaisiny
Bisri
Mustofa, Cholil. 1989. Ilmu mantiq tarjamahan assullamul munauroq. Bandung. Pt
Alma’arif.
Djalil, Basiq. 2010. Logika (ilmu mantiq). Jakarta.
Kencana.
A,
Baihaqi. 1996. Ilmu mantiq teknik dasar berfikir logis. Darul Ulum press.
Abdul
Mu’in, Thaib Thahir. 1981. Ilmu mantiq logika. Jakarta. Bumirestu.
Sambas,
syukriadi. 2012. Mantik kaidah berpikir Islam. Bandung. Pt Remaja Rosdakarya.
[1]
Taib Thahir Abd. Mu’in, ilmu mantiq (logika), (Jakarta, Widjaya, 1981).
Hal. 105
[2]
H.A. Basiq Djalil. LOGIKA (ILMU MANTIQ), (Jakarta, Kencana, 2010). Hal
54
[3]
Taib Thahir Abd. Mu’in, ilmu mantiq (logika), hal 105...
[4]
Hasan Durwais Al-Quwaisiny, syarh Al-Quwaisiny. Hal 27
[5]
Cholil Bisri Mustofa, ilmu mantiq tarjamah assullamul munauroq,
(Bandung, pt. Alma’arif, 1989). Hal. 39
[6]
Taib Thahir Abd. Mu’in, ilmu mantiq (logika), (Jakarta, Widjaya, 1981).
Hal. 106
[7]
H.A. Basiq Djalil. LOGIKA (ILMU MANTIQ), (Jakarta, Kencana, 2010). Hal
55-58
[8]
Cholil Bisri Mustofa, ilmu mantiq tarjamah assullamul munauroq,
(Bandung, pt. Alma’arif, 1989) hal. 39-40
[9]
Syukriadi Sambas, mantik kaidah berpikir islam (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2012). Hal. 104-107
[10]
Baihaqi A, Ilmu Mantiq Teknik Dasar Berfikir Logika, (Darul Ulum Press,
1996) hal. 102
[11]
Cholil Bisri Mustofa, ilmu mantiq tarjamah assullamul munauroq,
(Bandung, pt. Alma’arif, 1989). Hal. 40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar