Kamis, 14 Desember 2017

pidato bahasa arab Menghormati orang tua dan guru

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.  اَلْحَمْدُ ِللهِ الْمَلِكِ الْحَقِّ الْمُبِيْنِ، الَّذِي حَبَانَا بِالْإِيْمَانِ وَاْليَقِيْنِ. اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، خَاتَمِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالمُرْسَلِيْنَ، وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِيْنْ، وَأَصْحَابِهِ اْلأَخْيَارِ أَجْمَعِيْنَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala Puji bagi Allah Tuhan yang Maha Kuasa, Maha Kebenaran, dan Maha Nyata. Yang mencintai kita dengan Keimanan dan Keyakinan. Sholawat kita tujukan terhadap Tuan Nabi Muhammad, Nabi dan rosul Akhir zaman. Serta para keluarga yang baik dan para sahabat yang terpilih. Dan orang-orang yang mengikuti Nabi dalam kebaikan sampai akhir jaman.
مَعَاشِرَ الحُكَّامِ الْكِرَامِ ! أَيُّهَا اْلإِخْوَانُ وَاْلأَخْوَاتُ اْلأَعِزَّاءُ!
حَيَّا بِنَا، نَشْكُرُ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ، الَّذِيْ قَدْ أَعْطَاناَ نِعَمًا كَثِيْرَةً، مِنْهَا نِعْمَةُ اْلإِيْمَانِ وَالْإِسْلَامِ، وَكَذَلِكَ نِعْمَةُ الصِّحَّةِ وَالْعَافِيَةِ، حَتَّى نَسْتَطِيْعُ أَنْ نَجْتَمِعَ فِيْ هَذَااْلمَكَانِ اْلمُبَارَكِ.  صَلاَةً وَسَلَامًا دَائِمَيْنِ مُتَلَازِمَيْنِ عَلَى حَبِيْبِنَا المُصْطَفَى، مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ، سَيِّدُ اْلخَلْقِ وَ اْلخُلُقِ.
Para Hakim yang terhormat...! Saudara-saudari yang terhormat. Mari kita bersyukur kepada Allah yang Maha Lembut dan Maha Agung. Sesungguhnya Dia yang memberi kita nikmat yang besar. Diantaranya nikmat iman dan islam. Begitu juga nikmat sehat wal afiat. Sehingga kita dapat berkumpul di tempat yang mubarok ini. Sholawat dan salam tetap terjurahkan kepada kekasih kita yang terpilih yakni Nabi Muhammad SAW. Pimpinan Makhluk dan akhlaq
الآنْ، فِيْ هَذِهِ اْلمُنَاسَبَةِ السَّعِيْدَةِ، سَأُلْقِيْ كَلِمَةً أَوْ كَلِمَتَيْنِ عَنْ اِحْتِرَامِ الْوَالِدَيْنِ وَاْلمُعَلِّمِ
Sekarang. Di pertemuan yang bahagia ini saya akan menyampaikan satu kata, dua kata tentang menghormati kedua orang tua dan guru
.
أَيُّهَا اْلحَاضِرُوْنَ الكِرَامُ!
إِنَّ لِلْوَالِدَيْنِ عَلى أَبْنَائِهِمَا حُقُوْقاً كَبِيْرَةً، وَمَكَانَةً عَظِيْمَةً، فَهُمَا سَبَبٌ وَجُوْدُكُمْ فِيْ اْلحَيَاةِ، فَكَمْ تَعِبًا مِنْ أَجْلِكَ، وَكَمْ سَهْرًا عَلَى رَاحَتِكَ، وَكَمْ تَحَمُّلًا مِنَ اْلعَنَتِ وَالْمَشَقَّةِ حَتَّى تَرْتَاحُ
Para hadiran yang terhormat.!
Sesungguhnya dua orang tua mempunyai hak yang besar terhadap anaknya. Tempat yang agung, dua orang tua adalah sebab adanya kehidupan ini. Dan berapa banyak kepayahan dengan adanya kamu, berapa banyak kenyamanan untukmu. Bagaimana bertanggung jawab atas kesulitan, kesulitan bahkan selebihnya.
قَدْ جَعَلَ اللهُ لِلْوَالِدَيْنِ مَنْزِلَةً عَظِيْمَةً لَا تَعْدِلُهَا مَنْزِلَةً، فَجَعَلَ بِرَّهُمَا وَاْلاِحْتِرَامَ إِلَيْهِمَا وَالْعَمَّ عَلَى رِضَاهُمَا فَرْضًا عَظِيْمًا، وَذَكَرَهُ بَعْدَ الأَمْرِ بِعِبَادَتِهِ ، فَقَالَ جَلَّ شَأْنُهُ: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ {وَقَضى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوْآ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا}. وَجَعَلَ اللهُ بِرَّ الوَالِدَيْنِ مِنْ أَعْظَمِ الْأَعْمَالِ وَأَحَبِّهَا إِلَيْهِ، فَقَدْ سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَيُّ العَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ قَالَ: (الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: ثُمَّ بِرُّ الوَالِدَيْنِ قَالَ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: اَلْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ
Sungguh Allah menjadikan untuk dua orang tua suatu tempat yang agung yang tidak buat rumah olehmu. Allah menjadikan, menghormati kedua orang tua serta keridloannya yang besar. Serta mengingatkannya setelah perintah beribadah. Allah berfirman : (Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak). Allah menjadikan berbuat baik kepada kedua orang tua salah satu amal yang besar dan di cintaiNya. Dan dikata oleh Nabi Muhammad SAW. Amal apa yang dicintai Allah ? Nabi bersabda :  Sholat tepat  pada waktunya, kemudian apalagi ? Nabi bersabda : berbuat baik kepada kedua orang tua, kemudian apalagi ? Nabi bersabda Berjuang di jalan Allah.
وَكَذَلِكَ لِلْمُعَلِّمِ، المُعَلِّمُ لَهُ فَضْلٌ كَبِيْرٌ عَلَيْنَا. وَعَلَيْنَا أَنْ نَحْتَرِمَهُ وَنُقَدِّرَهُ وَنُجَلِّهُ، فَهُوَ فِيْ مَقَامِ الْوَالدِ لِكلِّ طَالِبٍ مِنْ طُلَّابِهِ. وَاْلأُمَّةُ الَّتِيْ لَا تَحْتَرِمُ وَلَا تُقَدِّرُ مُعَلِّمِيْهَا أُمَّةٌ مُتَأَخِّرَةْ. وَقَدْ بَيَّنَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَضْلَ المُعَلِّمْ فَقَالَ: إنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّموَاتِ وَاْلأَرْضِ، حَتَّى النِّمْلَةَ فِيْ جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوْتَ فِيْ جَوْفِ الْبَحْرِ، لِيُصَلُّوْنَ عَلَى مُعَلّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ (رَوَاهُ التِّرْمِذِيْ)        
Begitu juga dengan untuk para guru. Guru mempunyai keutamaan yang besar bagi kita. Sesungguhnya bagi kita wajib memulyakan, menghormati, mengagungkan, dan dia dalam kedudukan seperti orang tua bagi setiap siswa/siswinya. Dan umat yang tidak memulyakan, menghormati gurunya adalah umat yang terbelakang.  Dan sungguhnya dan Nabi Muhammad SAW menerangkan kepada kita keutamaan guru maka Nabi bersabda : sesungguhnya Allah dan para malaikat serta para penduduk langit dan bumi. Bahkan semut dalam lubang nya dan bahkan ikan paus di tengah laut, untuk berdoa atas para guru baik
أَيُّهَا السَّادَاتُ الكِرَامُ!
اَلْاِحْتِرَامُ إِلَى الْوَالِدَيْنِ وَاْلمُعَلِّمِ هِيَ طَاعَتُهُمْ، وَإِظْهَارُ اْلحُبِّ وَاْلاِحْتِرَامِ لَهُمْ. وَمِنْهَا: مُسَاعَدَتُهُمْ بِكُلِّ وَسِيْلَةٍ مُمْكِنَةٍ، بِالْجُهْدِ وَالْمَالِ، وَاْلإِنْصَاتُ إِلَيْهِمْ عِنْدَمَا يَتَحَدَّثُوْنَ، وَعَدَمُ التَّضَجُّرِ وَإظْهَارِ الضَّيْقِ مِنْهُمْ، وَغَيْرُهَا.
فَلِذَلِكَ، حَيَّا نَحْتَرِمُ وَالِدَيْنَا وَمُعَلِّمِنَا بِكُلِّ اْلأَعْمَالِ، فِيْ حَيَاتِهِمْ وَبَعْدَ مَوْتِهِمْ، بِأَنْ يَدْعُوَ لَهُمْ بِالرَّحْمَةِ وَالْمَغْفِرَةِ.
Para yang mulya yang terhormat.
Menghormati kepada orang tua dan guru dalam ketaatan kepada mereka. Tampak kecintaan dan kemulyaan bagi mereka. Seperti : membahagiakan mereka Dalam setiap cara yang mungkin, juhut dan harta, dan mendengarkan mereka ketika mereka berbicara, dan tidak untuk mempersempit mereka dan menunjukkan bahwa Anda marah, dan lain-lain.
كَفَيْتُ كَلاَمِيْ هُنَا، وَاِذَا وَجَدْتُمْ مِنِّيْ خَطَيَاتٍ أَطْلُبُ العَفْوَ مِنْكُمْ . شُكْرًا عَلَى حُسْنِ اهْتِمَامِكُمْ.
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Cukup sampai disini pembicaraanku. Manakalah ditemukan kesalahan dari saya. Mohon maaf ya sebesar-besarnya. Terima kasih atas perhatiannya.

Rabu, 13 Desember 2017

Nama-Nama Hewan Bahasa Arab

Nama-Nama Hewan Bahasa Arab




Ceramah Lucu KH Anwar Zahid Terbaru 2017 - Tugas Istri Terhadap Suami

makalah tanaqudh dan ask' mustawi-ilmu mantiq


TANAQUDH DAN ‘ASK MUSTAWI

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas :
Mata Kuliah           :  Ilmu Mantiq
Dosen Pengampu   :  Mujib Hidayat, M. Pd. I


Oleh:
Anisaturrakhmah: 2022114070


JURUSAN TARBIYAH PBA A
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI (STAIN)
PEKALONGAN
2016


KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kita kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat, rahmat dan hidayah-Nya kepada kita. Sehingga saya bisa menyelesaikan makalah Ilmu Mantiq ini.
Dalam penyusunan makalah ini, saya telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan materi dalam makalah ini. Tak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman sekalian, khususnya kepada Dosen Pembimbing Ilmu Mantiq yang telah memberi petunjuk-petunjuk serta masukan-masukannya sehingga makalah Ilmu Mantiq ini dapat terselesaikan sebagaimana yang kami harapkan.
Pada kesempatan ini, materi dalam makalah yang saya buat adalah materi tentang “Tanaqudh dan ‘Ask Mustawi”. Untuk lebih lanjutnya dapat dilihat pada bagian isi dari makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga selesai. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi kita semua. Amin.
BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Seseorang yang memikirkan tentang dalil-dalil atau alasan-alasan kadang-kadang tidak tentu akan mendapatkan suatu dalil yang dimaksud secara langsung.[1]
Seperti telah kita bicarakan dalam pembahasan lafadz, bahwa tanaqud adalah dua hal yang tidak bisa berkumpul dan tidak pula bisa keduanya tidak ada, dalam satu objek dan waktu yang sama. Karena yang tidak bisa berkumpul dan berpisah itu dua hal. Karenanya sering pula disebut dengan nama naqidhain. [2]
Dengan pengertian bahwa setiap kita mencari kebenaran sesuatu qadhiyah atau kebohongannya, tidak begitu mudah dapat mencari dalilnya tentang kebenaran atau kebohongannya, tetapi harus menempuh jalan yang berliku-liku dahulu seperti qiyas misalnya. Sesungguhnya demikian kita kadang-kadang dapat pula mencari kebenaran suatu qadhiyah atau kesalahnnya dengan secara langsung, yang demikian inilah yang disebut ISTINBATH secara langsung. Misalnya mengetahui air itu panas atau tidak, dengan jalan cukup meraba saja.
Kalau semacam ini manusia tidak perlu menggunakan fikiran yang berliku-liku untuk mengetahui panas atau dinginnya air, karena jelas soal yang demikian dapat dibuktikan dengan pancaindera. Tapi untuk suatu qadhiyah yang tak dapat diselidiki dengan pancaindera untuk mengetahui dan mencari kebenaran dan kesalahannya, harus menggunakan fikiran. Dengan fikiran ini kadang-kadang menempuh jalan yang berliku-liku seperti qiyas, walaupun kadang-kadang juga dengan fikiran yang secara langsung. Misalnya menggunakan peraturan yang dinamakan TANAQUDH atau menggunakan AL-‘AKS. Jadi tanaqudh dan ‘aks itu digunakan untuk mencari kebenaran atau kesalahan suatu qadhiyah dengan secara langsung. Dan oleh karena itu maka di sini kami akan menerangkan kaidah-kaidah yang berhubungan dengan tanaqudh dan al-‘aks.
Kemudian setelah selesai membicarakan tentang tanaqudh dan al-‘aks, maka selanjutnya kita membicarakan pula tentang AL-QIYAS, di mana kita akan mencari kebenaran atau kesalahan suatu qadhiyah dengan cara tidak langsung.
Contohnya :
Untuk mencari kebenaran bahwa qadhiyah “besi itu suatu logam” boleh kita cari dengan jalan tanaqudh dan boleh pula dengan jalan qiyas.[3]
B.   Rumusan Masalah
1.      a. Apa pengertian tanaqudh ?
b. bagaimana metode pembuatan tanaqudh ?
2.   a. Apa pengertian ‘ask mustawy ?
b. bagaimana metode pembuatan ‘ask mustawy?
 
BAB II
PEMBAHASAN
1.     TANAAQUDH
A.   Pengertian Tanaaqudh
Ø  Pengertian tanaqudh adalah sebagai berikut :
تَنَاقُضٌ خُلْفُ الْقَضِيَّتَيْنِ فِي            *              كَيْفَ وَ صَدْقُ وَاحِدٍ أَمْرٌ قُفِي      
“Tanaqudh ialah perbedaan dua qadhiyah dalam segi kualitas dan kebenaran yang satu tiu merupakan perkara yang diikuti.”[4]
 “Tanaqudh” menurut istilah mantieq, yaitu: berbedanya dua qodhiyyah dipandang dari ijab (kepastian) salibah (tidak)nya dan kebenarannya.
Kalau dua qodhiyyah berbeda (tanaaqudh) dengan sendirinya salah satu dari qodhiyyah itu pasti benar, dan yang lain tidak benar.[5]
Contohnya :
1)      Tiap-tiap besi, ialah logam. Naqidhnya atau kebalikannya: Sebagian besi tidak logam.
2)      Tiap-tiap manusia itu binatang. Kebalikannya sebagian manusia bukanbinatang.
Dengan contoh ini, nampaklah suatu qadhiyah yang pertama jelas benarnya, dan yang kedua naqidhnya atau kebalikannya jelas salah. Jadi untuk membuktikan kebenaran suatu qadhiyah, dengan melihat kebalikannya yang salah itu, maka tetaplah qadhiyah tadi benar

Ø  Syarat-syarat tanaqudh
Adapun syarat-syarat tanaqudh, ialah ada delapan syarat. Dengan arti untuk mencari adanya tanaqudh antara dua qadhiyah itu, ialah: persesuaian dua qadhiyah, di dalam kesatuan yang delapan segi/bidang :
1.      Kesatuan dalam maudhu’.
2.      Kesatuan dalam mahmul.
3.      Kesatuan dalam zaman/waktu.
4.      Kesatuan dalam makan/tempat.
5.      Kesatuan dalam quwwah dan fi’il.
6.      Kesatuan dalam al-kulli dan juz’i.
7.      Kesatuan dalam asy-syarat.
8.      Kesatuan dalam al idhafah.
Jika syarat 8 ini tidak terdapat di dalam dua qadhiyah tadi maka tidak tercapai tanaqudh.[6]
Untuk lebih memperjelas, maka berikut ini dikemukakan contoh dua qadhiyah yang tidak memenuhi syarat tanaqudh:
1.      Tidak ada kesatuan maudu’.
Contoh:
-          Muhammad tidur, Ali tidak tidur.
-          Manusia hidup, batu tidak hidup.
Tidur dan tidak tidur adalah dua hal yang tanaqud. Tetapi karena maudu’nya tidak sama (Muhammad dan Ali), maka tidak dapat dinamakan tanaqud. Demikian pula hidup dan tidak hidup umpamanya,
2.    Tidak ada kesatuan mahmul.
Contoh:
-          Muhammad sekolah, Muhammad tidak mandi.
-          Ali menulis, Ali tidak makan.
Di sini maudu’ sama-sama Muhammad, tetapi karena mahmulnya tidak sama (sekolah dan tidak mandi), maka tidak terjadi tanaqud.
3.    Tidak ada kesatuan zaman.
Contoh:
-          Muhammad tidur tadi, Muhammad tidak tidur kemarin.
-          Ali menikah tadi, Ali tidak menikah (kemarin).
Di sini walau pelaku dan perbuatannya tanaqud, tetapi karena waktunya tidak sama, maka tidaklah terjadi tanaqud.
4.    Tidak ada kesatuan tempat
Contoh:
-          Muhammad duduk di kamar, Muhammad di dapur tidak duduk.
-          Ali tidur di kamar, Ali tidak tidur di teras.
Walau pelaku dan perbuatannya sama tetapi karena tempatnya tidak sama, maka tidak dapat dinamakan tanaqud.
5.    Tidak ada kesatuan quwah dan fi’il.
Contoh:
-          Narkoba itu khamar (pada dasarnya), narkoba bukan khamar (dalam kenyataan).
-          Korupsi itu mencuri (pada dasarnya), korupsi bukan mencuri (dalam kenyataan).
Walau khamar dan bukan khamar adalah tanaqud, tetapi karena khamar pada qahiyah pertama itu dimaksud quwah, sedang khamar pada qadhiyah kedua dimaksud fi’il (kenyataan), maka ia tidak dinamakan tanaqud.
6.    Tidak ada kesatuan kulli dan juz’i.
Contoh:
-          Ayam itu hitam (sebagian), ayam itu tidak hitam (semuanya)
-          Manusia itu sekolah tinggi (sebagian), manusia tidak sekolah tinggi (semuanya).
Walau hitam dan tidak hitam itu dua hal yang tanaqud, tetapi karena yang satu kulli dan yang satu juz’i, maka ia tidak disebut tanaqud.
7.    Tidak ada kesatuan syarat.
Contoh:
-          Ali akan sekolah jika sehat, Ali tidak sekolah jika tidak sehat.
-          Muhammad makan jika lapar, Muhammad tidak makan jika tidak lapar.
Walau Ali sekolah dan Ali tidak sekolah terlihat tanaqud, tetapi karena syaratnya tidak sama, maka tidak masuk dalam tanaqud.
8.    Tidak ada kesatuan idhafah atau sandaran
Contoh:
-          Rumah Ali rusak pintunya, rumah Ali tidak rusak atapnya.
-          Bapak si Ali sakit kepala, bapak Ali tidak sakit perut.
-          Ali pintar matematika, Ali tidak pintar ilmu alam.
Walau antara rusak dan tidak rusak pada contoh pertama terlihat tanaqud, tetapi karena idhafahnya tidak sama maka tidak masuk dalam tanaqud.[7]
B.     Metode  Membuat Tanaqudh
cara membuat tanaqudh, adalah : apabila qadhiyahnya memakai:
a.       Qadhiyah syakhshiyah atau qadhiyah muhmalah, cukup hanya berubah kaifnya (kepastian tidaknya, ijab salibahnya), umpama:
Yang asalnya: Kholid menulis (ijab) di rubah menjadi, Kholid tidak menulis (salab).
b.      Qadhiyah musawwaroh, cara mentanaaqudhkan, yaitu dengan merubah “soer”nya (tentang soer, lihat pada bagian qodhiyah musawwaroh). Jadi, kalau qadhoyahnya:
1)      Mujibah kuliyah: semua manusia itu hewan, naqidhnya dengan salibah juz’iyah: tidaklah sebagian manusia itu hewan.
2)      Salibah kuliyah: tidaklah setiap manusia itu batu, naqidhnya dengan mujibah juz’iyah: sebagian manusia itu batu.[8]
Ø  Tanaqudh Qadhiyah Hamliyah
Dalam penyusunannya, selain mesti memenuhi syarat umum seperti yang sudah dijelaskan, juga secara praktis mesti memenuhi ketentuan berikut:
a.       Jika qadhiyah hamliyah syakhsiyah, untuk membuat perlawanannya cukup dengan menyatakan aspek kualitas (kaif) yaitu segi positif (mujabah) dan negatif. Artinya, antara kedua qadhiyah itu yang satu mesti mujabah dan yang satu lagi mesti salibah.
b.      Jika qadhiyah hamliyah yang menggunakan adat sur (kata depan kuantitatif = kuliyah dan juz’iyah), begitu pula yang muhmalah (menunjukan keseluruhan tanpa kata depan kuantitatif), maka selain mesti yang satunya mujabah dan yang satunya lagi salibah, juga mesti “berbeda”dalam aspek kamiyah-nya, yaitu jika yang satunya kuliyah, yang satunya lagi mesti juz’iyah.
Penjabaran dan contohnya sebagai berikut:
1)      Jika syakhshiyah mujabah, lawan (naqid)nya syakhshiyah salibah
Contoh: indra mahasiswa > < judira bukan mahasiswa
2)      Jika kulliyah mujabah, lawannya juz’iyah salibah
Contoh: semua hewan membutuhkan air > < sebagian hewan tidak membutuhkan air
3)      Jika juz’iyah mujabah, lawanya kuliyah salibah
Contoh: sebagian pelajar hafal Al-Qur’an > < tidak seorang pun pelajar hafal Al-Qur’an


4)      Jika muhmalah mujabah, lawannya kuliyah salibah
Contoh: apel itu buah-buahan > < tidak satu pun apel itu buah-buahan
Ø  Tanaqudh Qadhiyah Syarthiyah Muttashilah
Dalam penyusunannya qadhiyah syarthiyah muttashilah, berlaku pada syarat-syarat umum tanaqudh dan syarat-syarat yang berlaku pada tanaqudh hamliyah. Hanya saja, pada qadhiyah hamliyah terdapat sebutan “syakhshiyah”, sedangkan pada qadhiyah syarthiyah muttashilah disebut “makhsushah”.
Pengertian dan contohnya sebagai berikut:
-             Jika makhsushah mujabah, lawannya makhsushah salibah.
Contoh: jika bersungguh-sungguh, Ahmad akan lulus dalam ujian > < Tidaklah jika bersungguh-sungguh, Ahmad akan lulus.
-             Jika kuliyah mujabah, lawannya juz’iyah
Contoh: manakala beriman, orang-orang yang berakal itu selamat dalam hidupnya > < tidaklah manakala beriman, orang-orang yang berakal itu selamat dalam hidupnya.
-             Jika juz’iyah mujabah, lawannya kuliyah salibah.
Contoh: jika sungguh-sungguh, sebagian mahasiswa memperoleh penghargaan > < tidaklah sama sekali jika sungguh-sungguh, mereka memperoleh penghargaan.
-             Jika muhmalah mujabah, lawannya kuliyah salibah.
Contoh: jika ahli kitab beriman, mereka lebih baik > < tidaklah jika ahli kitab beriman, mereka lebih baik.
Ø  Tanaqudh Qadhiyah Syarthiyah Munfashilah
Mengenai syarat-syarat yang mesti dipenuhi dalam penyusunan Tanaqudh Qadhiyah Syarthiyah Munfashilah adalah sama seperti pada syarat-syarat Qadhiyah Syarthiyah Muttashilah.
Pengertian dan contohnya sebagai berikut:
-       Jika makhshusah mujabah, lawannya makhshusah salibah.
Contoh: adakalanya Zainuddin berada di kampus hari ini atau di luar kampus > < Tidaklah adakalanya Zainuddin hari ini berada di kampus atau di luar kampus.
-       Jika kulliyah mujabah. Maka lawannya juz’iyah salibah.
Selamanya terjadi keputusan itu adakalanya benar dan adakalanya salah > < Terkadang tidak terjadi adakalanya keputusan itu benar atau salah.
-       Jika juz’iyah mujabah, lawannya kulliyah salibah.
Contoh: terkadang terjadi adakalanya mahasiswa itu rajin dan rajin dan adakalanya malas.
-       Jika muhmalah mujabah, lawannya muhmalah salibah.
Contoh: Adakalanya kendaraan itu berjalan dan adakalanya berhenti > < Tidaklah sama sekali, adakalanya kendaraan itu berjalan dan adakalanya berhenti.[9]

2.      ‘AKS MUSTAWI
A.    Pengertian ‘Ask Mustawi
الْعَكْسُ قَلْبُ جُزْأَىِ الْقَضِيَّهْ       #        مَعَ بَقَاءِ الصِّدْقَ وَ الْكَيْفِيَّةْ
وَالْكَمُّ إِلَّا الْمُوْجَبَئ الْكُلِّيَّهْ          #        فَعَوْضُهَا الْمُوْجَبَةَ الْجُزْئِيَّة
’Aks itu membaliknya juz dua qadhiyah, serta tetap benarnya dan kaifiyyahnya.”
“Tetapi selain mujabah kulliyah, pengganti mujabah kulliyyah itu wajib juz’iyyah”.
‘Aks Mustawi terdiri dari dua kata. ‘Aks dan Mustawi. ‘Aks secara bahasa artinya balik, sebaliknya atau membalikan. Menurut Manatiqah, ‘Ask adalah menjadikan bagian pertama dari Qadhiyah menjadi Qadhiyah bagian kedua dan begitu pula sebaliknya.
Dan Mustawi secara bahasa artinya sama atau bersamaan. Jadi ‘Ask Mustawi berbeda sekali dengan tanaqudh. Pada tanaqudh, kedua qadhiyah setelah itu diperlawankan maka muncullah pernyataan yang benar dan salah. Sedangkan ‘Ask Mustawi, kedua Qadhiyah setelah itu dibalik, akan tetapi pernyataannya tetap benar dan masih mempunyai makna yang sama.[10]
Contoh:
-          Tiap-tiap emas adalah logam. ‘aksnya; sebagian dari logam adalah emas.
-          Tiap-tiap tanaman butuh air, ‘aksnya sebagian dari yang butuh air adalah tanaman.
B.     Metode ‘Ask Mustawi
Semua qadhiyah, dapat di’aks mustawie-kan, caranya hanya dengan membalik qodhiyah itu (yakni, lafadznya maudhu’ menjadi lafadznya mahmul, dan lafadznya mahmul menjadi maudhu’) kecuali qodhiyah mujibah kuliyah.                    
Contohnya seperti:
الْاِنْسَانُ كَاتِبُ menjadi الكَاتِبُ إِنْسَانٌ “manusia itu dapat menulis”, ‘akasnya: “yang dapat menulis itu manusia”.
Demikianlah itu sama sekali tidak merubah kaif (ijab-salab)nya dan kam (soer)nya, akan tetapi kebenarannya, persesuaiannya tidak berubah. Kalau qadhiyahnya: mujibah kulliyyah, misalnya:
كُلُّ اِنْسَانٍ حَيَوَانٌakasnya harus memakai mujibah juz’iyah, misalnya:
بعْضُ الْحَيَوَانِ إِنْسَان semua manusia itu hewan; ‘akasnya: sebagian hewan itu manusia.
Jadi hanya qadhiyah mujibah kulliyyah saja yang tidak boleh dibalik begitu saja, tanpa merubah kaifnya/kamnya. Demikian pula sebaliknya.[11]

Ø  Ketentuan pembuatan ‘Aks Mustawi pada qadhiyah hamliyah adalah sebagai berikut:
-          Jika mujabah kulliyah, aks-nya mujabah juz’iyah. Contoh:
Semua batuan adalah benda keras (ashl)
Sebagian benda keras itu batu (‘aks)
-          Jika mujabah juz’iyah, aksnya mujabah juz’iyah. Contoh:
Sebagian orang Indonesia itu dokter (ashl)
Sebagian dokter itu orang Indonesia (‘aks)
-          Jika salibah kulliyah, aks-nya salibah kulliyah. Contoh:
Tidak satupun kitab itu pena (ashl)
Tidak satu pun pena itu kitab (‘aks)
-          Jika salibah juz’iyah, ‘aks-nya tidak bisa dibuat sebab maknanya tidak akan benar. Contoh:
Bukanlah sebagian barang tambang itu emas.
Ø  Ketentuan pembuatan ‘Aks Mustawi pada qadhiyah syarthiyah muttashilah adalah sama seperti pada qadhiyah hamliyah, yaitu sebagai berikut:
-          Jika mujabah juz’iyah, ‘aksnya mujabah juz’iyah. Contoh:
Manakala api itu ada, maka panas pun ada(ashl)
Terkadang terjadi, jika panas itu ada, maka api pun ada (‘aks)
-          Jika mujabah juz’iyah, ‘aksnya mujabah juz’iyah. Contoh:
Terkadang terjadi, jika orang itu berada di rumah, maka ia tidur (ashl)
Terkadang terjadi, jika orang itu tidur, maka ia berada di rumah (‘aks)
-          Jika salibah kulliyah, ‘aksnya pun salibah kulliyah.
Tidaklah sama sekali, jika manusia itu beradab, ia biadab (ashl)
Tidaklah sama sekali, jika manusia itu biadab, ia beradab (‘aks)
-          Jika salibah juz’iyah, maka ‘asknya tidak bisa dibuat sebab akan salah.
Dalam pada itu, untuk Qadhiyah Syarthiyah Munfashilah tidak terdapat ‘aksnya, sebab dalam Qadhiyah Syarthiyah Munfashilah tidak terdapat keteraturan alamiah (tartib thabi’i), yang ada padanya adalah keteraturan pemenpatan yang tidak mungkin untuk dibuat aksnya (tartib wadh’i).
BAB III
KESIMPULAN
A.   Simpulan
“Tanaqudh” menurut istilah mantieq, yaitu: berbedanya dua qodhiyyah dipandang dari ijab (kepastian) salibah (tidak)nya dan kebenarannya. Kalau ada dua qadhiyah yang berbeda (tanaqudh) dengan sendirinya salah satu dari qadhiyah itu pasti benar dan yang lain tidak benar. Dan dalam tanaqudh ini mempunyai metode-metode khusus dan ada pula syarat-syarat yang mengikat pada tanaqudh.
‘Aks Mustawi terdiri dua kata: ‘Aks dan Mustawi. ‘Aks secara bahasa artinya balik, sebaliknya atau membalikan. Menurut Manatiqah, ‘Ask adalah menjadikan bagian pertama dari Qadhiyah menjadi Qadhiyah bagian kedua dan begitu pula sebaliknya.
Dan Mustawi secara bahasa artinya sama atau bersamaan. Jadi ‘Ask Mustawi berbeda sekali dengan tanaqudh. Pada tanaqudh, kedua qadhiyah setelah itu diperlawankan maka muncullah pernyataan yang benar dan salah. Sedangkan ‘Ask Mustawi, kedua Qadhiyah setelah itu dibalik, akan tetapi pernyataannya tetap benar dan masih mempunyai makna yang sama. Dan dalam ‘ask ini mempunyai metode-metode yang khusus.
DAFTAR PUSTAKA


Durwaisiny Al-quwaisiny, Hasan. Syarh Al-Quwaisiny
Bisri Mustofa, Cholil. 1989. Ilmu mantiq tarjamahan assullamul munauroq. Bandung. Pt Alma’arif.
Djalil, Basiq. 2010. Logika (ilmu mantiq). Jakarta. Kencana.
A, Baihaqi. 1996. Ilmu mantiq teknik dasar berfikir logis. Darul Ulum press.
Abdul Mu’in, Thaib Thahir. 1981. Ilmu mantiq logika. Jakarta. Bumirestu.
Sambas, syukriadi. 2012. Mantik kaidah berpikir Islam. Bandung. Pt Remaja Rosdakarya.



[1] Taib Thahir Abd. Mu’in, ilmu mantiq (logika), (Jakarta, Widjaya, 1981). Hal. 105
[2] H.A. Basiq Djalil. LOGIKA (ILMU MANTIQ), (Jakarta, Kencana, 2010). Hal 54
[3] Taib Thahir Abd. Mu’in, ilmu mantiq (logika), hal 105...
[4] Hasan Durwais Al-Quwaisiny, syarh Al-Quwaisiny. Hal 27
[5] Cholil Bisri Mustofa, ilmu mantiq tarjamah assullamul munauroq, (Bandung, pt. Alma’arif, 1989). Hal. 39
[6] Taib Thahir Abd. Mu’in, ilmu mantiq (logika), (Jakarta, Widjaya, 1981). Hal. 106
[7] H.A. Basiq Djalil. LOGIKA (ILMU MANTIQ), (Jakarta, Kencana, 2010). Hal 55-58
[8] Cholil Bisri Mustofa, ilmu mantiq tarjamah assullamul munauroq, (Bandung, pt. Alma’arif, 1989) hal. 39-40
[9] Syukriadi Sambas, mantik kaidah berpikir islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012). Hal. 104-107
[10] Baihaqi A, Ilmu Mantiq Teknik Dasar Berfikir Logika, (Darul Ulum Press, 1996) hal. 102
[11] Cholil Bisri Mustofa, ilmu mantiq tarjamah assullamul munauroq, (Bandung, pt. Alma’arif, 1989). Hal. 40